Hot Posts

6/recent/ticker-posts

"Sambit Langit Desa Moyoketen" Ketika Tradisi dan Keriuhan Bertemu

 


Tulungagung, Redaksi7.com - Di sebuah sudut damai Tulungagung, tepatnya di Dusun Ngruweng, Desa Moyoketen, Kecamatan Boyolangu, sesuatu yang sederhana tengah menggugah banyak hati—layangan. Ya, permainan yang dulu akrab di tangan anak-anak desa kini kembali menjelma jadi pemikat senja, memadukan warna langit, nostalgia, dan kebersamaan dalam satu bingkai.

Sejak dua pekan terakhir, tanggul Sungai Ngrowo tak pernah sepi ketika matahari mulai menunduk. Bukannya sunyi seperti biasanya, kawasan ini justru menjadi panggung terbuka bagi ratusan warga yang datang dengan semangat dan senyum. Mereka bukan sekadar menonton, tapi turut menyemarakkan. Membawa tikar, bekal, bahkan anak-anak mereka, semuanya larut dalam satu kesamaan: menerbangkan kenangan masa lalu.

Tak perlu panggung hiburan. Tak perlu artis ibu kota. Cukup deru angin, suara tawa anak-anak, dan benturan benang layangan yang menyambar di udara—itulah musiknya. Festival layangan yang awalnya tak direncanakan ini, tumbuh begitu saja, spontan, tapi membekas dalam.“Sudah lama nggak seramai ini. Biasanya orang sore hanya ngopi atau main HP. Sekarang malah rebutan benang,” ujar Rio, salah satu warga yang tampak sibuk memutar gelendong benangnya.

Tak heran, setiap sore, puluhan layangan saling beradu tinggi di langit Ngrowo. Motifnya beragam, dari tokoh animasi anak hingga hasil kreativitas tangan-tangan warga lokal. Semua ikut unjuk gigi.

Yang paling ditunggu? Momen “sambitan”—adu benang di udara hingga salah satu layangan putus dan melayang jatuh. Saat itulah, baik anak-anak maupun orang dewasa berlarian, berburu layangan jatuh seperti sedang mengejar harta karun langit.

Tak hanya jadi panggung nostalgia, kegiatan ini juga menyulut geliat ekonomi kecil. Pedagang dadakan berdatangan. Dari gorengan, jagung bakar, sampai es lilin. Wangi makanan menyatu dengan angin sore dan riuh ramai suara pembeli.“Kalau sore begini, jualan saya habis terus. Alhamdulillah,” ujar Bu Siti, pedagang yang setiap hari mangkal di sekitar lokasi.

Kemeriahan ini pun menyentuh hati para warga dan pegiat komunitas. Banyak yang mulai berharap agar fenomena ini tak berhenti hanya di musim angin. Harapan besar muncul: mungkinkah tradisi layangan ini dibentuk jadi agenda wisata desa?“Kalau bisa ditata lebih rapi, dibuatkan area khusus dan fasilitas UMKM, ini bisa jadi ikon baru Moyoketen,” saran David, penggemar layangan yang aktif ikut sambitan hampir setiap hari.

Warga kini tidak hanya bermain, mereka mulai bermimpi. Tentang bagaimana tradisi sederhana ini bisa memberi manfaat luas: menyatukan, menggerakkan ekonomi, dan merawat budaya yang nyaris terlupakan.

Tanggul Ngrowo sore hari kini bukan sekadar tempat nongkrong. Ia menjadi ruang terbuka tempat banyak cerita terajut kembali: tentang anak yang kembali bermain di luar, orang tua yang bersenda gurau, dan warga yang kembali merasa dekat satu sama lain.

Di langit yang dihiasi ribuan benang harapan itu, kita belajar bahwa sesuatu yang besar kadang tumbuh dari hal-hal kecil yang dijaga bersama.(Ania)


Posting Komentar

0 Komentar